Pengamat Hukum Tata Negara Ferry Amshari menyebut, upaya untuk merebah sistem pemilu tak lebih dari strategi politik untuk mempermudah kemenangan dengan mengorbankan kedaulatan rakyat.
"Jadi, mereka seolah-olah sedang mencari cara untuk memudahkan kemenangan, menambah jumlah kemenangan tanpa memikirkan kepentingan publik dan kepentingan partai yang lain. Padahal yang berdaulat itu publik. Publik lah yang berhak menentukan siapa yang duduk di parlemen bukan ketua partai," ujar Ferry.
Menurutnya, sistem proporsional terbuka memberikan kekuasaan lebih besar kepada rakyat. Dengan proporsional terbuka, rakyat lah yang menentukan calon legislatif (Caleg) mana yang akan menjadi anggota DPR bukanlah partai politik, dan itu sudah diatur undang-undang.
"Di Undang-Undang Dasar Pasal 22E Ayat 2, itu kan jelas dinyatakan bahwa pemilihan umum itu untuk memilih anggota partai politik. Jadi, yang mau dicoblos itu anggotanya yang kita pilih. Lalu, di putusan Mahkamah Konstitusi 22-24/PUU/VI/2008 kan sudah dimaknai bahwa yang konstitusional itu adalah dengan sistem proporsional terbuka," tambhanya.
(M. Khadafi)